MENGENAL PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PENGIDAP HIV/AIDS
DI INDONESIA DAN REKOMENDASI SOLUSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hukum merupakan sarana untuk mengatur
berjalannya kehidupan bermasyarakat dan perkembangannya. Di dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi kepentingan
masyarakat itu sendiri. Dengan adanya hukum, hak-hak masyarakat dapat
terpenuhi. Hak-hak tersebut salah satunya adalah hak asasi manusia yang
merupakan hak mendasar bagi setiap orang. Hak asasi manusia sebagai hak
mendasar perlu dipenuhi. Salah satu hak asasi manusia yang mutlak untuk
dipenuhi adalah hak untuk hidup sebagaimana hak-hak yang telah dicantumkan di
dalam DUHAM (Deklarasi Hak Asasi Manusia) sebagai Hak Sipil dan Politik.
Di dalam menjalani kehidupan manusia yang layak maka manusia juga perlu
memperoleh perlakuan yang sama tanpa memandang Suku, Agama, Ras, dan Golongan.
Indonesia merupakan negara yang menjamin hak-hak asasi manusia dan juga telah
meratifikasi konvensi-konvensi Internasional terkait hak asasi manusia artinya
Indonesia juga menjamin hak untuk hidup dan hak untuk tidak memandang berbeda Suku,
Agama, Ras dan Golongan.
Dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan pada
perlakuan yang berbeda (diskriminasi) terhadap pengidap HIV/AIDS. Pengidap
HIV/AIDS di Indonesia antara tahun 2005 dan 2015 bertambah rata-rata 3,2%. Pada
tahun 2015, HIV/AIDS membunuh 18.560 penduduk Indonesia. Pada Desember 2016,
terdapat 735.256 orang di Indonesia yang hidup dengan HIV dan berisiko menjadi
AIDS. Jumlah yang sangat besar dan bahaya penyakit HIV/AIDS yang mengintai
masyarakat Indonesia tentu saja membutuhkan penanganan yang layak dari penanganan
kesehatan hingga dari segi perlakuan yang tidak diskriminatif terhadap pengidap
HIV/AIDS. Pelayanan kesehatan yang layak tersebut, termasuk yang ditujukan
kepada pengidap HIV/AIDS sehingga terwujudkan adanya perlindungan hak asasi
manusia yang harus diberikan kepada setiap orang tanpa terkecuali. Namun,
adanya diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS di Indonesia masih sering
terjadi dikarenakan banyak faktor dan hal tersebut memberikan hambatan terhadap
pengidap HIV/AIDS untuk memperoleh hak asasi manusianya baik dalam segi
pelayanan kesehatan maupun secara sosial. Oleh karena itu, di dalam tulisan ini
penulis berupaya untuk memberikan pemahaman mengenai penerapan perlindungan hak
asasi manusia terhadap pengidap HIV/AIDS sebagaimana yang tertera di dalam peraturan-peraturan
di Indonesia dan Peraturan mengenai hak asasi manusia yang diakui secara
internasional serta bagaimana solusi agar perlindungan hak asasi manusia
terhadap pengidap HIV/AIDS dapat tercapai.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1.Pelanggaran hak asasi manusia apa saja yang
terjadi terhadap pengidap HIV/AIDS di Indonesia?
1.2.2.Bagaimana peraturan mengenai pelanggaran hak
asasi manusia tersebut di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Secara Internasional terdapat
prinsip-prinsip HAM yang dibebankan kepada setiap negara untuk melindungi
hak-hak tertentu yaitu: prinsip kesetaraan, prinsip pelarangan diskriminasi dan
prinsip kewajiban positif untuk melindungi hak-hak tertentu.
Prinsip Kesetaraan menjelaskan bahwa harus
adanya perlakuan yang sama di mata hukum terhadap masyarakat pada situasi yang
sama, namun prinsip ini juga bisa diterapkan kepada masyarakat yang memang membutuhkan perlakuan yang berbeda untuk mencapai kesetaraan yang
sama di masyarakat. Prinsip pelarangan diskriminasi yang artinya adalah tidak
melakukan kesenjangan atau perbedaan perlakuan. Jenisnya ada 2 yaitu
diskriminasi langsung dan diskriminasi tidak langsung. Prinsip kewajiban
positif untuk melindungi hak-hak tertentu artinya negara tidak boleh dengan
sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dimiliki masyarakat
dan harus memegang peranan aktif untuk memenuhi hal-hal tersebut.
Jadi, HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia
semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan
kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Ketiga prinsip HAM yang
disebutkan diatas adalah prinsip yang harus dapat dipegang oleh suatu negara
yang telah meratifikasi perjanjian internasional terkait hak asasi manusia.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia)
Dalam rumusan yang lain, pelanggaran HAM adalah
tindakan atau kelalaian oleh Negara terhadap norma yang belum di pidana dalam
hukum pidana nasional tetapi merupakan norma HAM yang diakui secara
internasional. Pelanggaran Negara terhadap kewajibannya itu dapat dilakukan
baik dengan perbuatannya sendiri (act of commision) dan oleh karena
kelalaiannya sendiri (act of ommission).
Dari rumusan pengertian di atas terlihat bahwa
pihak yang bertanggung jawab adalah Negara, bukan individu atau badan hukum
lainnya. Jadi tanggung jawab Negara itu tanggung jawab yang timbul sebagai
akibat dari pelanggaran terhadap kewajiban untuk melindungi dan menghormati HAM
oleh Negara. Kewajiban tersebut juga menyiratkan bahwa Negara berkewajiban
untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran dan
apabila Negara gagal dalam hal itu ataupun sama sekali tidak bertindak maka
Negara tersebut harus bertanggung jawab, begitu juga apabila negara tidak
menerapkan konvensi-konvensi yang telah di ratifikasi karena komite akan
menganggap suatu negara tidak melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian
tersebut jika kehidupan masyarakatnya tidak sesuai dengan isi konvensi-konvensi
yang telah diratifikasi.
2.2 Human Immunodeficiency Virus dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome
HIV/AIDS adalah sebuah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV, yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia,
akibatnya tubuh menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Sehingga menyebabkan
penderitanya menjadi lemah dan semakin lemah setiap harinya karena tidak adanya
kekebalan tubuh yang menghalangi penyakit lain menyerang orang tersebut.
Penyakit HIV/AIDS ini perlu diwaspadai karena menyebar dengan cepat dan dapat
menyerang semua orang dan hal yang paling menghiraukan adalah HIV/AIDS
merupakan penyakit yang belum ditemukan obatnya. Penyakit ini apabila tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, penderitanya memiliki resiko tinggi
meninggal dunia. Seorang yang menderita penyakit HIV/AIDS tidak dapat diketahui
dengan hanya melihat fisik orang tersebut saja tetapi harus dilakukan
pemeriksaan melalui tes darah yang akan memberikan hasil positif atau negatif.
Terdapat beberapa cara penularan dari HIV/AIDS
diantaranya melalui hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS, transfusi
darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV/AIDS, penularan melalui jarum
suntik dan benda-benda tajam lainnya yang tidak disterilisasi dengan benar,
janin di dalam kandungan dapat lahir dengan terserang HIV/AIDS melalui
asi ibunya. WHO (Word Health Organization) mendefinisikan kasus
HIV/AIDS adalah keadaan dimana terdapat hasil tes positif untuk antibodi HIV
dengan disertai munculnya satu atau lebih tanda-tanda atau gejala-gejala
seperti yang disampaikan Cock et al (2002) yaitu berat badan menurun lebih dari
10% disertai dengan diare kronis atau demam terus menerus lebih dari 1 bulan,
cryptococcal meningitis, pulmonary atau kerusakan syaraf.
2.3 Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Pengidap HIV/AIDS
di Indonesia
Pelanggaran HAM terhadap pengidap HIV/AIDS telah
banyak terjadi di masyarakat nasional dan masyarakat internasional. Berawal
dari stigma atau pemahaman masyarakat terkait HIV/AIDS. Penyakit HIV/AIDS
dianggap oleh masyarakat sebagai penyakit yang penularannya mudah dan mematikan
sehingga masyarakat lebih memilih untuk menjauhi orang yang terkena HIV/AIDS.
Selain itu sebagian dari masyarakat juga memiliki anggapan bahwa HIV/AIDS
diderita oleh orang yang berperilaku buruk dilihat dari penularannya yaitu dari
seks bebas dan melalui jarum suntik sehingga atas pemahaman tersebut masyarakat
menjauhi pengidap HIV/AIDS. Tentunya stigma atau pemahaman ini telah membawa
masyarakat kepada perlakuan yang berbeda terhadap pengidap HIV/AIDS dalam hal
ini adalah perlakuan diskriminasi, padahal telah dinyatakan di dalam konvensi
internasional bahwa diskriminasi menciderai hak asasi manusia itu sendiri.
Goffman (1963) mengemukakan istilah stigma
merujuk pada keadaan suatu kelompok sosial yang membuat identitas terhadap
seseorang atau kelompok berdasarkan sifat fisik, perilaku, ataupun sosial yang
dipersepsikan menyimpang dari norma-norma dalam komunitas tersebut. pengertian lain tentang
diskriminasi dikemukakan oleh Busza (1999) bahwa diskriminasi adalah perbuatan
atau perlakuan berdasarkan stigma dan ditujukan kepada pihak yang
terstigmatisasi.
Di Indonesia pun terjadi pelanggaran HAM
terhadap pengidap HIV/AIDS yaitu masyarakat melakukan tindakan diskriminasi
dikarenakan stigma negatif maupun kesalahpahaman seperti yang dijelaskan
diatas. Padahal penularan penyakit ini juga dapat terjadi dari transfusi darah
maupun dari seorang ibu kepada anaknya. Diluar dari itu kita tidak patut untuk
membedakan perlakuan dari segala aspek kehidupan terutama terhadap pengidap
penyakit HIV/AIDS. Selain itu, fakta bahwa HIV/AIDS masih belum dapat
disembuhkan membuat masyarakat menjadi takut akan penyakit ini sehingga dengan
kurangnya pengetahuan masyarakat dan pemahaman yang salah, masyarakat tidak
hanya takut terhadap penyakitnya tetapi juga terhadap orang yang terinfeksi
penyakit tersebut.
Masyarakat di Indonesia sering menyimpulkan
bahwa pengidap HIV/AIDS merupakan seseorang yang melanggar norma agama dan
norma sosial yang berlaku di masyarakat dan bertindak tidak benar sehingga
terinfeksi penyakit yang mematikan. Hal tersebut dijadikan alasan pembenar bagi
masyarakat untuk berpandangan negatif terhadap pengidap HIV/AIDS.
Bentuk-bentuk stigma dan diskriminasi terhadap
pengidap HIV/AIDS, antara lain adanya penolakan oleh keluarga, teman atau
masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS sehingga penderita HIV/AIDS dijauhi,
tidak mendapatkan kesempatan kerja, tidak dapat masuk ke dalam organisasi,
tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai. Selain itu, stigma
yang telah ada di dalam pola pikir masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS bahwa
pengidap HIV/AIDS mendapatkan penyakitnya lewat seks bebas, narkoba atau
perbuatan lain yang melanggar moral menyebabkan pengidap HIV/AIDS disalahkan
atas penyakitnya, dilecehkan baik lisan maupun fisik. Anak-anak yang terinfeksi
HIV/AIDS lewat orang tuanya yang telah meninggal pun mengalami diskriminasi.
Selain itu, pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap pengidap HIV/AIDS terlihat
dalam bentuk pembukaan status HIV seseorang pada orang lain tanpa seijin
penderita dan melakukan tes HIV tanpa adanya informed consent (Diaz et
al, 2011).
Bentuk-bentuk stigma dan diskriminasi lainnya
berupa tidak mempunyai kebebasan dari perlakuan yang tidak manusiawi atau
penghinaan seperti isolasi dan, tidak mendapatkan perlindungan hukum yang sama
dengan orang biasa seperti tidak diberikan nasihat atau layanan hukum, tidak
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, tidak mempunyai hak untuk
menikah dan mempunyai keluarga seperti aborsi atau sterilisasi yang dipaksakan,
dan dalam pendidikan juga tidak didukung juga terdapat penolakan ketersediaan
perumahan atau layanan sosial sehingga kesejahteraan sosial dan perumahan tidak
terwujud pada pengidap HIV/AIDS.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak
masyarakat yang memiliki stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS, hal ini
dibuktikan dari data tabel dibawah ini:
Dalam data Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
tahun 2015 terdapat survey berdasarkan sampel di masyarakat bahwa pengetahuan
masyarakat terhadap HIV/AIDS relatif kurang dan persepsi masyarakat masih
negatif terhadap pengidap HIV/AIDS. Dalam lingkup yang lebih kecil, keluarga,
tetangga dan tokoh masyarakat di sekitar pengidap HIV/AIDS tidak memberi respon
positif terhadap pengidap HIV/AIDS tersebut.
2.4 Peraturan Nasional Mengenai Pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) terhadap Pengidap HIV/AIDS di Indonesia
Peraturan nasional terkait HIV/AIDS tentunya
tidak lepas dari peraturan internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia
terkait HIV/AIDS. Tidak hanya peraturan internasional pemahaman akan hak asasi
manusia terkait HIV/AIDS dapat juga berasal dari konvenan internasional, hukum
kebiasaan internasional, kesepakatan bilateral dan regional, deklarasi
organisasi-organisasi internasional dan regional, kebijakan internasional dan
praktik yang diterapkan di kalangan masyarakat internasional. Hal ini terjadi
karena penanganan hak asasi manusia khususnya terkait HIV/AIDS bukan hanya
merupakan permasalahan nasional semata, tetapi lingkup permasalahannya terutama
terkait diskriminasi telah terlebih dahulu menjadi isu internasional. Fakta
dari United Nation Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) menyebutkan bahwa 18,2
miliar orang di dunia hidup dengan HIV/AIDS dan setiap 1 tahun ada 1 miliar
orang di dunia meninggal karena penyakit tersebut. Karena banyaknya orang di
dunia yang terkena HIV/AIDS tentunya penanganan dan perlindungan hukum bagi
mereka harus dapat terpenuhi.
Salah satu hak asasi manusia yang di junjung
tinggi adalah hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak serta menerima
perlakuan yang layak di tempat kerja. Dengan menyetujui untuk mengikuti ILO
(International Labour Organisation) dan telah menyetujui kode etik terkait
HIV/AIDS di tempat kerja artinya dalam peraturan tenaga kerja seharusnya negara
Indonesia telah menjaga dan menjunjung tinggi hak-hak pekerja HIV/AIDS yang
hakiki. Dalam kode etik tersebut membahas mengenai:non diskriminasi, kerahasian
data pribadi pekerja HIV/AIDS, kelanjutan hubungan pekerjaan artinya bahwa
ketika pekerja terinfeksi HIV/AIDS maka tidak menjadi alasan kepada perusahaan
untuk memecat pekerja tersebut,dan akhirnya adalah kepedulian dan hak untuk
memperoleh kepedulian dan dukungan.
United Nations
Children’s Fund
(UNICEF) adalah organisasi bentukan PBB yang kemudian melahirkan komitmen
terkait penanganan dan perlakuan yang layak bagi seorang anak yang menderita
HIV/AIDS dan bahkan melakukan juga tindakan pencegahan terhadap anak yang belum
menderita HIV/AIDS dengan memberikan pemahaman pada masa remaja terkait penyakit
tersebut.Selain program komitmen yang dilakukan oleh UNICEF dan Indonesia
adalah mengenai keselarasan peraturan tentang perlakuan tanpa diskriminasi
terhadap anak penderita HIV/AIDS dan komitmen terkait peraturan yang
mengakomodir pemberian hak yang layak kepada anak dengan HIV/AIDS.
Terkait kesehatan, Indonesia telah terikat
komitmen dengan WHO (World Health Organization) tentang pelayanan kesehatan dan
HIV/AIDS. Dalam hal pemberian pelayanan kesehatan yang layak bagi penderita
HIV/AIDS dan masyarakat, Rumah Sakit berkewajiban untuk melakukan standart
internasional terkait penanganan terhadap penderita HIV/AIDS dan hal ini juga
berdampak pada menurunnya penularan penyakit ini melalui penanganan yang baik
dari pekerja dan dokter di rumah sakit.
Permasalahan pokok yang menyangkut hukum
berkaitan dengan maraknya kasus HIV/AIDS adalah bagaimana menyeimbangkan antara
perlindungan kepentingan masyarakat dengan kepentingan kepentingan individu
pengidap HIV/AIDS (Indar, 2010). Terdapat dua hak asasi fundamental yang
berkaitan dengan epidemik HIV/AIDS yaitu hak terhadap kesehatan dan hak untuk
bebas dari diskriminasi.
Pada kenyataannya jalan keluar dari masalah
diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS jauh lebih kompleks dan sulit.
Peraturan nasional yang ada belum dapat menanggulangi adanya diskriminasi
terhadap pengidap HIV/AIDS. Selain itu hak-hak pengidap HIV/AIDS yang juga
tertera sebagaimana terdapat di Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat
terkait hak untuk membentuk keluarga dan untuk melanjutkan keturunan,hak untuk
mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan pekerjaan dengan perlakuan yang
adil dan layak masih belum dapat diakomodir oleh pemerintah melalui peraturan
perundang-undangan yang ada. Peraturan perundang-undangan yang telah mengatur
terkait HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
- Peraturan
Presiden RI Nomor 75 Tahun 1996 tentang Penanggulangan AIDS Nasional
- Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 760/Menkes/SK/VI/2007 tentang Penetapan
Lanjutan Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
- Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan
Perawatan Paliatif
- Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI Nomor:
02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV
AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif Suntik
- Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik Tahun 1966
- Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Tahun 1966
- Konvensi
tentang Hak-Hak Anak Tahun 1989
Peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang penanggulanan HIV/AIDS dari segi kesehatan, pada prakteknya tidak dapat
dijalankan secara maksimal dari segi pelayanan karena masih terdapatnya
diskriminasi di dalam masyarakat.
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diatur:
- Pasal 4 : Setiap orang berhak atas kesehatan. Hak kesehatan adalah aset utama keberadaan umat manusia karena terkait dengan kepastian akan adanya pemenuhan atas hak lainnya, seperti pendidikan dan pekerjaan
- Pasal 5 : Hak atas pelayanan kesehatan. menyatakan bahwa terdapat kesamaan hak tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
- Pasal 8 : Setiap orang berhak mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengaobatan atas dirinya
- Pasal 57 : Hak atas kerahasiaan, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya.
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga mengatur mengenai rahasia medis dan rekam medis, terdapat dalam paragraf 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia kedokteran.
3. TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia diatur :
- Pasal 1 : Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
- Pasal 9 : Setiap orang dalam hubungan kerja berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak.
- Pasal 11 : Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja.
- Pasal 34 : Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diatur:
- Pasal 4 : Setiap orang berhak atas kesehatan. Hak kesehatan adalah aset utama keberadaan umat manusia karena terkait dengan kepastian akan adanya pemenuhan atas hak lainnya, seperti pendidikan dan pekerjaan
- Pasal 5 : Hak atas pelayanan kesehatan. menyatakan bahwa terdapat kesamaan hak tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
- Pasal 8 : Setiap orang berhak mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengaobatan atas dirinya
- Pasal 57 : Hak atas kerahasiaan, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya.
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga mengatur mengenai rahasia medis dan rekam medis, terdapat dalam paragraf 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia kedokteran.
3. TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia diatur :
- Pasal 1 : Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
- Pasal 9 : Setiap orang dalam hubungan kerja berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak.
- Pasal 11 : Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja.
- Pasal 34 : Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
BAB III
SOLUSI PELANGGARAN HAM TERHADAP PENGIDAP
HIV/AIDS DI INDONESIA
Pencegahan HIV/AIDS dapat efektif apabila
dilakukan dengan komitmen masyarakat melalui akses informasi yang benar dan
tepat terkait penularan HIV/AIDS. Pemerintah melalui ratifikasi konvensi hak
sipil politik dan hak ekonomi sosial dan budaya secara langsung telah memiliki
komitmen politik untuk tidak melakukan diskriminasi dan memberikan hak-hak
dasar kepada setiap orang termasuk kepada penderita HIV/AIDS, hal ini harus
dapat sejalan juga dengan penegakkan aturan yang telah ada terkait HIV/AIDS
Berikut ini beberapa kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam melindungi
pengidap HIV/AIDS :
a) Asuransi Kesehatan. Pemerintah melakukan pembayaran premi untuk
menjamin seluruh pengidap HIV/AIDS dapat menerima layanan kesehatan secara
maksimal.
b) Hospital Care. Rumah sakit bertugas menyediakan tindakan klinis dalam menangani
pengidap HIV/AIDS dari serangan virus yang semakin ganas dengan memberikan obat
CRV, selain itu menyediakan layanan rehabilitasi psikologis juga untuk
membangkitkan semangat pengidap HIV/AIDS merencanakan masa depan dan dapat
diterima sebagai anggota masyarakat tanpa diskriminatif.
c) Home Health Care. Rehabilitasi ini tujuannya adalah untuk melayani pengidap
HIV/AIDS dalam kehidupan sehari-hari. Selain melayani, rehabilitasi yang
dilakukan adalah mendorong pengidap HIV/AIDS dapat bergaul secara baik dengan
masyarakat. Pada umumnya rehabilitasi tersebut menggunakan metode behaviouristik
dan membekali klien dengan life skill atau vocational dan
melibatkan pengidap HIV/AIDS dalam aktivitas pendidikan, sosialisasi, dan
pelatihan.
d) Pendidikan dan sosisalisasi. Upaya ini ditujukan pada : pertama,
pendidikan sejak usia dini tentang HIV/AIDS membawa dampak yang besar pada
kesadaran diri tentang bahaya perilaku buruk yang dapat mengakibatkan tertular
HIV, seperti seks bebas, penggunaan narkotika (jarum suntik). Kedua, pendidikan
dan sosialisasi yang efektif di semua level dan kelompok masyrakat akan membawa
hasil sikap yang menghargai keberadaan pengidap HIV/AIDS, tidak menyalahkan
namun menempatakan mereka sebagai korban dan tidak diskriminatif.
e)
Bantuan sosial. Pemberian dana secara langsung merupakan tugas dan
tanggung jawab negara pada rakyatnya, terutama pada kelompok yang kurang
beruntung (disadvantages group). Diharapkan para pengidap HIV/AIDS dapat
bertahan hidup secara layak di tengah arus diskriminasi di wilayah ekonomi dan
pendidikan melalui tunjangan hidup dan modal usaha.
Masyarakat harus mempunyai pengetahuan yang utuh
terkait HIV/AIDS dan melalui pengetahuan tersebut, masyarakat menjadi
tidak melakukan perlakuan yang berbeda terhadap penderita HIV/AIDS.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pemaparan di
atas dapat disimpulkan bahwa masih banyak terjadi diskriminasi terhadap
pengidap HIV/AIDS di Indonesia dalam berbagai bidang. Mulai dari keluarga,
layanan kesehatan, pemerintah hingga di tengah masyarakat sendiri para pengidap
HIV/AIDS masih sering tidak dapat menikmati hak-haknya sebagai manusia.
Walaupun peraturan-peraturan maupun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
HIV/AIDS sudah ada, namun dalam kenyataannya aturan tersebut belum terlaksana
dengan baik. Maka dari itu, pemerintah harus mengkaji kembali,
mensosialisasikan, menerapkan serta melakukan pengawasan peraturan-peraturan
mengenai perlindungan terhadap HIV/AIDS. Masyarakat serta lembaga-lembaga yang
lainnya pun harus turut serta membantu peran pemerintah dalam pelaksanaannya
sehingga timbul kesadaran dan kepedulian terhadap pengidap HIV/AIDS serta
mencegah korban virus HIV/AIDS dan diskriminasi dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Knut D. Asplund,
Suparman Marzuki, Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia/Rhona K. M. Smith,
at.al, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, hlm. 40
Ibid, hlm. 11
Ibid, hlm. 69
Indar, Etika
dan Hukum Kesehatan, Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin
(Lephas), 2010
http://health.liputan6.com/read/2557963/kasus-baru-hivaids-di-indonesia-terus-meningkat
https://gudeg.net/read/9464/hari-aids-sedunia-2016-oleh-dr.-fx.-wikan-indrarto.html
http://www.yaids.com/materi.php,
Yayasan Aids Indonesia, Materi HIV/AIDS , diakses 24 November 2016
http://www.yaids.com/materi/M-5780-Final%20Laporan%20HIV%20AIDS%20TW%201%202016.pdf,
KEMENTRIAN KESEHATAN RI, Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2016,
Tabel 5 Jumlah Infeksi HIV yang Dilaporkan Provinsi sampai dengan Maret 2016,PM.07.01/D1/III.3/Ke/2016,
18-05-2016, diakses 27 November 2016
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33880/4/Chapter%20II.pdf,
Universitas Sumatera Utara, Chapter II pdf, diakses 27 November 2016
http://www.unaids.org/sites/default/files/media_asset/AIDS-by-the-numbers-2016_en.pdfa,
diakses 30 November 2016
http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/who_ilo_guidelines_indonesian.pdf,
diakses 30 November 2016
http://www.ilo.int/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_235223.pdf,
diakses 30 November 2016